Thursday, April 17, 2008

Five Reasons: Why Oil Isn’t Coming Down…Yet

Five Reasons: Why Oil Isn’t Coming Down…Yet
Posted by David Gaffen
April 15, 2008, 1:26 pm
Oil
The myriad reasons for more buying in oil has boosted price of the benchmark crude contract again — lately traded at $113.50 a barrel on Nymex. Should it hold above $111.76, it would establish a new closing record for the contract — the ninth such occurrence since the beginning of March.

Analysts increasingly believe that instead of nervously waiting on lower oil prices, people might have to get used to these lofty values for the price of oil and other energy products. MarketBeat takes a look at the primary drivers behind this:

Supply
1. Capacity. The oil-producing giants, such as Saudi Arabia and Iran, are pumping about as much oil per day as they possibly can — spare capacity is barely a couple of million barrels, and demand continues to outstrip this supply. Not for nothing was it that Petrobras, the Brazilian oil giant, rallied 8% Monday on news of a discovery despite only vague details about the oil field. “We’re at 97% to 98% capacity — and it’s an industry whose production is subject to not only normal problems that any producer has but subject to a lot of geopolitical risk,” says James L. Williams, energy economist at WTRG Economics, London, Arkansas.
2. Heating oil. It seems strange, but while gasoline tends to be the chief catalyst for the pre-summer rally in crude oil, heating oil has asserted itself as a major factor. That’s because of increased demand for distillates such as ultra-low-sulfur diesel. Such products, along with jet fuel, impact the trading in heating oil.
3. The weak dollar. This is a bit of an old story, of course, but the dollar’s weakness makes the commodities that are dollar-backed all the more valuable for foreign investors. The U.S. Dollar Index, which tracks the currency against those of six trading partners, lately traded on ICE Futures at 72, not far from its all-time low of 70.7. “The lower the dollar goes, the more valuable [dollar-backed commodities] become on the world stage,” says Darin Newsom, commodities analyst at DTN in Omaha.

Trading
4. Speculation. Large speculators still hold substantial long positions in crude oil, natural gas and heating oil, according to the weekly data from the Commodity Futures Trading Commission, and buying from funds has remained healthy. “It seems to be one of the only profitable homes for speculative money,” says Mr. Williams. Technically oriented investors may help in pushing the price of oil to $125 a barrel, according to Mr. Newsom, as Tuesday’s new high could motivate more buyers.
5. Gasoline. The Energy Information Administration has noted that gasoline demand is sluggish in the U.S., but that doesn’t extend to the rest of the world. The expectation is for reduced driving in the U.S. this summer, but for now, that’s only a forecast, and the price of gasoline remains extraordinarily high. According to AAA, the average regular gallon of gasoline is $3.386, more than 50 cents higher than a year ago.

Permalink | Trackback URL: http://blogs.wsj.com/marketbeat/2008/04/15/five-reasons-why-oil-isnt-coming-downyet/
?mod=WSJBlog/trackback/

kkronologi oil price
http://www.wtrg.com/prices.htm

Monday, April 14, 2008

Sunday, April 13, 2008

Harga Pangan Ancam Bursa

Minggu 13/4/08

Harga - harga bahan kebutuhan pokok yang terus merambat naik akan menjadi ancaman serius bagi pergerakan indeks harga saham gabungan dibursa efek Indonesia pekan ini.
Selama sepekan kemarin indeks mampu rebound setelah anjlok cukup tajam. Pada akhir pekan kemarin indeks ditutup dilevel 2.303,929 yang berarti berhasil menguat 26,844 poin (1,18persen) bila dibandingkan dengan posisi sebelumnya 2.272,085.


Pada pekan ini indeks akan bergerak dengan fluktuasi yang cukup lebar antara 2.200 - 2.315 karena adanya kecemasan akan kenaikan harga bahan pangan dunia. Jatuhnya bursa Wall Street akhir pekan kemarin sebesar 256,56 poin (2,04 persen) diperkirakan akan kembali menyeret bursa Asia pada perdagangan awal pekan ini.

Para investor hendaknya sangat berhati - hati dan terus mengikuti perkembangan dan terus pantau pasar. Karena indeks kembali berpeluang ke level 2.100.

MY PIC



Foto dan Lukisan ku 2007





Monday, April 7, 2008

Inflasi Menambah Masalah Baru


Momok Inflasi

Jakarta (7/4/08)Dengan tingginya inflasi bulan Maret lalu mencapai 0,95 persen melebihi perkiraan pasar, dan secara akumulasi dari Jan. – Maret sudah sebesar 3,14 persen, bahkan inflasi Year on Year (YoY) mencapai 8,17 persen, membuat inflasi tahun ini akan meleset dari yang ditargetkan pemerintah sebesar 6,5 persen.

Harga komoditas perkebunan, terutama Crude Palm Oil (CPO), serta komoditas tambang, baik minyak, batubara maupun logam yang masih cenderung naik sangat sulit inflasi dibendung.

Dengan tingginya inflasi asumsi yang akan terjadi dipasar pasar adalah suku bunga akan naik, harga saham akan anjlok, obligasi akan jatuh, serta nilai tukar akan sangat berfluktuatif.

Pasar saham yang cepat terkena dampaknya selama sepekan lalu indeks terjungkal 200,501 poin (8,09 persen) menjadi 2.277,085 dari posisi pekan sebelumnya 2.477,586.
Harga – harga obligasi pun juga tutun terpengaruh oleh kekhawatiran tingginya inflasi tahun ini.

Memang suku bunga rupiah sebesar 8 persen dan suku bunga dolar AS 2,25 persen, ada selisih 575 basis point. Namun, dengan laju inflasi YoY yang mencapai 8,17 persen, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 8 persen membuat suku bunga riil ( sukubunga simpanan – inflasi) mata uang rupiah menjadi negatif.

Hal ini membuat rupiah sudah tidak menarik lagi saat ini. Investor harus menghitung – ulang untuk berinvestasi di Indonesia. Inilah yang membuat rupiah susah untuk menguat.
Karena keuntungan yang didapat dalam berinvestasi akan tergerus oleh jatuhny nilai tukar rupiah.

Namun Bank Indonesia sebagai bank sentral sampai saat ini mampu menjaga stabilitas rupiah dikisran Rp 9.200 per dolar AS, baik melakukan intervensi verbal maupun langsung menyerap likuditas rupiah dipasar.

Rupiah Menguat, Indeks Terjun Bebas

Rupiah Menguat Tipis

JAKARTA—Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada transaksi kemarin berhasil menguat tipis 10 poin menjadi Rp 9.200 dari penutupan sebelumnya Rp 9.210 per dolar AS.

Suryanto Chang, treasury dari PT Bank Permata Tbk., mengungkapkan anjloknya bursa saham tidak banyak berdampak terhadap pergerakan rupiah.

“Hal ini mengindikasikan bahwa yang mengalami kempanikan adalah investor lokal, sehingga tidak terjadi switching dana ke pasar uang, paparnya. Sehingga tidak terjadi pembelian dolar besar-besaran dipasar, membuat rupiah tetap stabil, jelasnya.

Suryanto memprediksikan rupiah hari ini akan ditransaksikan dalam kisaran Rp 9.200 – Rp 9.250 per dolar AS.

Indeks Terjun Bebas

JAKARTA—Kekhawatiran naiknya suku bunga imbas tingginya inflasi membuat indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta kembali terjun bebas. Pada penutupan kemarin indeks kembali anjlok 104,218 poin (4,45 persen) 2.237,971 dari posisi sebelumnya 2.342,189.

Analis dari PT Asia Kapitalindo, Harry Kurniawan menjelaskan efek kejut dari tingginya inflasi bulan Maret 0,95 persen memuncul perkiraan negatif dipasar, dimana suku bunga akan naik, pasar obligasi akan jatuh, serta nilai tukar akan fluktuatif. “Inilah yang membuat pasar panik sehingga indeks terus meluncur,” ujarnya.

Menurut Harry, secara valuasi harga saham saat ini memang masih mahal karena Price Earning (PE) bursa Jakarta sebesar 19 – 20 kali, lebih tinggi dibanding dengan PE bursa regional 11 – 16 kali.

Hari ini diprediksikan indeks masih akan mengalami tekanan dan akan bergerak dalam kisaran yang lebar 2.000 - 2.478.

BI Intervensi Rupiah Terjaga

Rupiah Masih Terjaga

JAKARTA—Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada transaksi kemarin berhasil menguat 8 poin menjadi Rp 9.210 dari penutupan sebelumnya Rp 9.218 per dolar AS.

Treasury dari PT Bank BNI Tbk., Alberima mengungapkan intervensi yang dilakukan bank sentral (BI) baik secara verbal maupun secara langsung menyerap likuditas rupiah dipasar membuat rupiah masih terjaga.

Saat ini tugas berat berada berada ditangan pemerintah untuk bisa menekan inflasi sesuai target sebesar 6,5 persen ditengah naiknya harga – harga komoditas, paparnya.

“Dengan tingginya inflasi yang mencapai 8,17 persen membuat suku bunga riil ( suku bunga – inflasi) mata uang rupiah menjadi minus, hal ini membuat rupiah tidak menarik lagi,” ujarnya.

Inflasi Hancurkan Bursa

BI Amankan Rupiah

JAKARTA-- Jatuhnya bursa saham serta tingginya inflasi bulan Maret rupiah masih mampu bertahan. Pada Transaksi kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hanya melemah tipis 18 poin dan ditutup Rp 9.218 dari posisi sebelumnya Rp 9.200.

Treasury dari salah satu bank asing di Jakarta menjelaskan dijaganya rupiah oleh Bank Indonesia (BI) membuat rupiah mampu bertahan dari sentiment negatif jatuhnya bursa dan tingginya inflasi. “Kalau tidak, bisa bahaya dan rupiah pasti sudah jebol,” katanya.

Yang perlu diwaspadai adalah transaksi Non Deliverable Forward (NDF) di pasar New York (tadi malam). “Rupiah pasti akan mendapat gempuran hebat disana,” ujarnya.

Inflasi Gerus Indeks


JAKARTA—Pada perdagangan kemarin indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia kembali tergerus 54,05 poin ( 2,21 persen) menjadi 2.393,249 dari penutupan sebelumnya 2.447,299.

Analis dari PT Valbury Asia Securities, Krisna Dwi Setiawan mengungkapkan tingginya inflasi bulan Maret sebesar 0,95 persen melebihi ekpektasi membuat indeks semat terkoreksi hingga 100 poin lebih.

“Laporan keuangan Bumi Resources yang mengecewakan, serta jatuhnya harga komoditas terutama Crude Palm Oil (CPO) juga turut mendukung kejatuhan indeks,”:ujarnya.

Hari ini diperkirakan indeks akan kembali tertekan dan bergerak dalam kisaran 2.325 – 2.440.

Rupiah Tak Beranjak

Rupiah Tak Beranjak

JAKARTA—Nilai tukar rupiah pada transaksi kemarin kembali bertahan dilevel Rp 9.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Tidak ada sentimen yang kuat membuat rupiah tidak beranjak dari posisi akhir pekan kemarin.

Pengamat pasar uang Farial Anwar mengungkapkan, fluktuasi bursa saham, masih tingginya harga minyak, serta kekhawatiran tingginya inflasi menjadi penahan penguatan rupiah akhir – akhir ini.

“Permintaan dolar menjelang akhir bulan serta untuk impor minyak yang cenderung meningkat membuat rupiah susah untuk menguat,” paparnya.

Untuk hari ini Farial memprediksikan rupiah akan ditransaksikan dalam kisaran sempit antara Rp 9.170 – Rp 9.225 per dolar AS.



Profit Taking Tekan Indeks


JAKARTA—Setelah naik selama lima hari berturut – turut akhirnya indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta mengalami profit taking (aksi ambil untung) oleh para investor.
Sehingga pada perdagangan kemarin, indeks terjun 30,287 poin (1,22 persen) menjadi 2.477,299 dari posis akhir pekan kemarin 2.477,586.

Analis dari PT. Finan Corfindo Nusa, Edwin Sebayang menjelaskan aksi ambil untung yang dilakukan para investor membuat indeks terkoreksi kemarin. Selain itu rontoknya bursa regional juga turut mendukung kejatuhan indeks kali ini.

“Cukup wajarlah indeks jatuh, karena selama sepekan kemarin indeks sudah naik cukup signifikan,” ujarnya. mengindikasikan

Edwin memprediksikan indeks hari ini akan kembali mengalami tekanan dan bergerak dengan kisaran 2.383 – 2.473.