Monday, April 7, 2008

Inflasi Menambah Masalah Baru


Momok Inflasi

Jakarta (7/4/08)Dengan tingginya inflasi bulan Maret lalu mencapai 0,95 persen melebihi perkiraan pasar, dan secara akumulasi dari Jan. – Maret sudah sebesar 3,14 persen, bahkan inflasi Year on Year (YoY) mencapai 8,17 persen, membuat inflasi tahun ini akan meleset dari yang ditargetkan pemerintah sebesar 6,5 persen.

Harga komoditas perkebunan, terutama Crude Palm Oil (CPO), serta komoditas tambang, baik minyak, batubara maupun logam yang masih cenderung naik sangat sulit inflasi dibendung.

Dengan tingginya inflasi asumsi yang akan terjadi dipasar pasar adalah suku bunga akan naik, harga saham akan anjlok, obligasi akan jatuh, serta nilai tukar akan sangat berfluktuatif.

Pasar saham yang cepat terkena dampaknya selama sepekan lalu indeks terjungkal 200,501 poin (8,09 persen) menjadi 2.277,085 dari posisi pekan sebelumnya 2.477,586.
Harga – harga obligasi pun juga tutun terpengaruh oleh kekhawatiran tingginya inflasi tahun ini.

Memang suku bunga rupiah sebesar 8 persen dan suku bunga dolar AS 2,25 persen, ada selisih 575 basis point. Namun, dengan laju inflasi YoY yang mencapai 8,17 persen, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 8 persen membuat suku bunga riil ( sukubunga simpanan – inflasi) mata uang rupiah menjadi negatif.

Hal ini membuat rupiah sudah tidak menarik lagi saat ini. Investor harus menghitung – ulang untuk berinvestasi di Indonesia. Inilah yang membuat rupiah susah untuk menguat.
Karena keuntungan yang didapat dalam berinvestasi akan tergerus oleh jatuhny nilai tukar rupiah.

Namun Bank Indonesia sebagai bank sentral sampai saat ini mampu menjaga stabilitas rupiah dikisran Rp 9.200 per dolar AS, baik melakukan intervensi verbal maupun langsung menyerap likuditas rupiah dipasar.

No comments: